Cemaran Obat Penyebab Gagal Ginjal Akut, Industri Farmasi Dukung BPOM Usut Kasunya

foto ilustrasi

MediaKalsel, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengumumkan nama lima obat sirup yang ditarik peredarannya. Kelima obat itu ditarik karena mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi ambang batas aman. 

Salah satu dari lima produk obat sirup yang ditarik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) adalah Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

Menanggapi hal ini, pihak PT Yarindo Farmatama selaku produsen obat Flurin DMP Sirup menyatakan bahwa, produk obat Flurin DMP tidak menggunakan pelarut Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dalam bentuk apapun seperti yang ditemukan BPOM.

Atas dasar inilah, PT Yarindo Farmatama mendukung BPOM untuk mencari penyebab cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dalam kandungan obat sirup yang menyebabkan gagal ginjal akut pada anak-anak.

"Kami selalu mengedepankan transparansi dan langkah kooperatif-kolaboratif dengan BPOM dan pihak Kepolisian untuk secara bersama-sama menelusuri faktor penyebab cemaran obat yang terjadi," ujar Vitalis Jebarus selaku Manager Bidang Hukum PT Yarindo Farmatama dikutip dari Antara, Senin (31/10/2022).

Vitalis juga menambahkan, PT. Yarindo Farmatama sangat transparan serta terbuka dengan BPOM dan Kepolisian untuk secara bersama-sama menelusuri faktor penyebab cemaran obat yang terjadi.

"PT. Yarindo Farmatama selalu mendukung upaya pemerintah untuk mencari penyebab yang sebenarnya dalam insiden pencemaran bahan pelarut tersebut, yaitu Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG)," tambah Vitalis.

PT. Yarindo Farmatama juga membuka pintu lebar-lebar kepada BPOM dan Kepolisian  untuk selanjutnya mencari fakta sesungguhnya penyebab tercemar pada obat sehingga perusahaan farmasi tidak menjadi korban dari praktek – praktek pemalsuan dan penipuan oleh siapapun termasuk supplier atau pemasok bahan pelarut yang digunakan.

"Sebagai pihak yang dirugikan, kami juga ingin mencari fakta penyebab tercemarnya bahan baku obat tersebut, sehingga semua perusahaan farmasi di Indonesia tidak menjadi korban dari praktek pemalsuan dan penipuan oleh siapapun termasuk supplier atau pemasok bahan pelarut yang digunakan," lanjut Vitalis Jebarus.

Vitalis juga berharap kepada Pemerintah untuk melakukan sejumlah langkah-langkah konkret seperti penataan dan penertiban kepada supplier-supplier bahan pelarut untuk lebih bertanggung jawab dalam penyediaan bahan pelarut obat-obatan.

"Kami merasa perlu diadakan penataan terhadap supplier bahan pelarut untuk mencegah terjadinya korban penipuan dan pemalsuan dari supplier yang tidak bertanggung jawab dalam penyediaan bahan pelarut baik di produksi dalam negeri maupun yang diimpor dari luar negeri," tutup Vitalis.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito menyampaikan update terbaru soal obat sirup dan kaitannya dengan etilen glikol yang diduga menjadi penyebab gangguan ginjal akut misterius.

Menurut Penny pihaknya terus melakukan penelitian untuk mengetahui obat mana saja yang diduga berkontribusi dan tidak berkontribusi pada kejadian acute kidney injury (AKI). Sebelumnya, BPOM telah memberi dua lampiran masukkan kepada Kementerian Kesehatan terkait 133 jenis obat ditambah 23 obat lainnya yang tak mengandung bahan pembantu pelarut.

Bahan pembantu pelarut ini termasuk propilen glikol, polietilen glikol, gliserin, dan sorbitol. Dari lampiran BPOM ini Kemenkes dapat meluncurkan surat edaran (SE) terkait obat sirup yang aman.

“Ini (penelitian) bergerak terus dan sekarang ada tambahan (65) jadi 198 jenis obat, termasuk yang 133 itu. Jadi ini obat yang dibuat tanpa pelarut. Saya kira pemerintah dengan hati-hati hanya memperbolehkan produk obat sirup yang tanpa pelarut,” ujar Penny dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/10/2022).

Sebanyak 198 obat ini aman dari etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) karena tidak mengandung 4 bahan pembantu pelarut yang sudah disebutkan.

“Ini tentunya akan menjadi masukan pada Kementerian Kesehatan dan nanti Kementerian Kesehatan yang akan mengumumkan kembali bahwa ini masukan dari BPOM. Tugas BPOM adalah memberi keadilan pada semua perusahaan.”

Penambahan soal jenis obat ini akan terus bergerak dan akan ada laporan susulan di kemudian hari.

Sebelumnya, Kemenkes menyampaikan ada 102 obat yang dicurigai menjadi pemicu gangguan ginjal akut. Dari 102 obat ini, ada 69 obat yang mengandung bahan pembantu pelarut.

“Tapi ini masih diuji, walaupun mengandung pelarut belum tentu dia mengandung cemaran EG DEG. Nah kalaupun mereka mengandung EG dan DEG, ada batasan di mana kalau masih di bawah batas tersebut maka obat masih aman.”

Jadi, lanjut Penny, berdasarkan temuan ahli dan mengacu pada standar-standar yang ada maka obat dengan cemaran di bawah ambang batas masih dikategorikan aman.

“Tentunya proses pengujian ini terus kami lakukan. Saat ini, dari 69 obat tersebut sudah ada 23 yang menggunakan pelarut tapi dinyatakan aman karena masih dalam ambang batas yang ditoleransi tubuh kita.”

Ia menambahkan, pihaknya tak akan menyebutkan nama-nama obat tersebut sementara pengujian terus dilakukan. (Red)

0 Komentar